2025/02/16

Cinta Pertama Nadhira

Hari itu langit dipenuhi oleh rona kegelapan. Pertanda malam datang. Jam dinding menunjukkan pukul 20.00 WIB. Sepasang suami-istri tengah berbicara hangat di ruang pribadi mereka. Keduanya menyiratkan raut muka bahagia. Sang istri tengah memasangkan dasi di kerah sang suami, dan sang suami yang melemparkan beberapa untaian kalimat manis, sehingga membuat sang istri tersipu malu. 

โ€œSudah ish gombalannya!โ€ Sang istri mundur satu langkah, tugasnya memasangkan dasi telah selesai. โ€œHahaha, aku sayang kamu, Regita,โ€ ungkap Sang Suami. Muka merah Regitaโ€”sang istri masih terpancar. Ia menjawab, โ€œGombal mulu, udah buruan. Supir kamu sudah nungguin di depan.โ€ Regita mendorong pelan suaminya hingga mendekati pintu kamar mereka. Regita memindahkan koper yang semula berada di tangannya ke genggaman pria itu. โ€œAku serius, i love you till the end my beautiful wife,โ€ ungkapnya lagi. โ€œI love you for forever, Yesra,โ€ balas Regita dengan suara yang lembut. Yesraโ€”sang suami, mengecup lembut kening istrinya. Ia lalu memegang dahan pintu dan membukanya. 

Hildanโ€”bocah berumur 11 tahun menunggu keduanya, ditemani bayi berwajah mungil yang tertidur pulas di kereta bayi. Bayi cantik itu merupakan anak kedua dari mereka yang bernama Nadhira Tsabita Lastari. Sedangkan Hildan merupakan putra sulung pasangan Yesra dan Regita. 

โ€œPapaaaaa,โ€ teriak Hildan. Ia berlari menuju pelukan Yesra, yang langsung disambut hangat olehnya. Hildan mendongak, โ€œPa janji ya, nanti disana beliin Hildan kapal-kapalan yang paling keren kata Papa itu.โ€ Yesra mengusap lembut pucuk kepala putranya, โ€œSiap, kapten!โ€ jawab Yesra berlagak seolah-olah prajurit yang patuh pada komandannya.   

"Hildan aja nih yang dibawakan oleh-oleh, mama dan Nadhira enggak?" sindir Regita sembari berjalan melalui keduanya dan menuju kereta bayi. 

"Oke, fine," lanjutnya. Regita mendorong pelan kereta bayi itu menuju depan rumah mereka untuk menghampiri Taksi yang tadi mereka pesan. Hildan mengikuti langkah mamanya. Tersisa Yesra yang harus kembali ke kamar untuk mengambil sesuatu yang tertinggal. 

"Sebentar ya pak," kata Regita pada supir. Raut mukanya terlihat gusar, tangannya bersedekap di depan dada. "Duh, papamu mana sih, hil?" 

Wanita itu menilik jam yang ada di pergelangan tangannya untuk memeriksa sisa waktu. 

"1 jam lagi keberangkatan pesawatnya," lanjutnya.

"Ada barang yang tertinggal katanyaโ€“ nah itu papa," jawab Hildan sembari meunjuk pria yang membawa satu koper besar beroda, satu koper kecil yang sudah disiapkan Regita sebelumnya, dan bando bunga matahari yang ada di genggamannya. 

"Untuk putri kecilku yang tercantik.โ€

Yesra memasangkan benda itu diatas kepala bayi cantik yang tengah tertidur pulas.Bando itu melingkar sempurna membuat Yesra mengelus lembut pucuk kepala putrinya. 

โ€œNak, meski papa tidak berada disisimu nanti, tumbuh dengan baik seperti bunga matahari ya, sayang. Papa menyayangimu."

Yesra mengecup singkat dahi Nadhira. 

"Jangan ngomong begitu pa! Walau kamu nanti berada di Belanda selama dua bulan, kan masih bisa terhubung dengan kita. Telepon bisa, kirim chat bisa, jangan ngomong gitu lagi ah!โ€ cerca Regita. Hatinya tercenung saat Yesra mengatakan kalimat walau ia tidak ada disisinya. 

"Papa ngomong gitu seakan mau pergi jauh," ucap Hildan menatap sendu ke arah Yesra yang beranjak berdiri. Laki-laki itu tersenyum, ia kembali berlutut dihadapan putranya dan menggenggam tangannya. "Hildan, dengerin papa ya," ucapnya lembut. 

โ€œUntuk mama juga,โ€ ia melirik sekilas istrinya. Mata Regita berkaca-kaca, hatinya tak tenang, tapi ia melangitkan doa keselamatan untuk suaminya selama bertugas. 

"Papa kan memang mau pergi jauh, ke Belanda hingga lintas benua. Biar bisa beliin mainan yang banyak buat Hildan dan adik Nadhira, biar bisa checkout in belanjaan mama di shopuyโ€”aw!โ€

Regita spontan menepuk bahu Yesra. โ€œJanji sama Papa, Hildan sebagai kakak dan anak pertama, walinya Papa, nanti selama Papa tidak ada di rumah mama Regita dan adek Nadhira dijaga dengan baik ya.โ€ Ia mengelus lembut pucuk kepala Hildan. 

Hildan mengangguk. "Papa janji juga kan bakal pulang?" tanya Hildan.

Yesra terkekeh geli mendengar ucapan putranya. Ia menautkan kelingking Hildan untuk membuat janji. "Janji sayang. Kecuali kalo papa kecantol sama noni-noni disana, kke-kkeโ€”โ€œ

Plak

"Aw! Sakit sayang."

Regita menepuk keras pundak suaminya. "Udah halunya! sana ditungguin pak supir.โ€


Beep

Beep


Klakson taksi berbunyi. Yesra bangkit dan berpamitan lagi secara baik-baik pada keluarga kecilnya., Yesra melambaikan tangan saat sudah berada di dalam mobil. Taksi melaju secara perlahan. "Jangan lupa kabari kalau sudah mendarat di sana," pesan Regita.

 

Taksi itu lambat laun semakin cepat, membelah jalanan, meninggalkan pekarangan rumah menuju Bandara. 

2 bulan kemudian....

Pagi yang cerah menyapa kota Apel. Hildan tengah merapikan bunga-bunga yang mempunyai bagian daun yang sudah kering, ditemani oleh bayi cantik Nadhira yang tertidur pulas di kereta bayi. Regita, ibu mereka, berada tak jauh dari sana. Telepon genggamnya menempel di daun telingannya. Ia tengah berbicara dengan seseorang. 

"Bunga tulip untukku, jangan lupa."


"..."

Regita tersenyum. "Mainan yang diinginkan Hildan juga jangan lupa kau bawa." 


"..." 

Regita tersenyum kembali. Senang hati rasanya bisa mengobrol dengan pujaan hatinyaโ€“ Yesra, yang kini berada di Belanda. "Thank you my sweet honey. Kamu bawakan Apa untuk putri kecil kita?" tanya Regita.


"..."


"Hmm, sudah tidak kaget dengan bunga kesayanganmu itu, matahari."


"..."


Regita terkekeh kecil, "Hhhh... iya,iya. Hati-hati di perjalanan, mas. I love you."


"..."


Regita tertegun, ia memegang dada kanannya dan tersenyum kecil. Mendengar suaminya mengatakan i love you till the end disebrang sana terkesan begitu romantis, namun ada hal lain yang menembus dadanya. Seperti menyiratkan arti yang begitu dalam. 


"Ya sudah aku tutup dulu ya telfonnya. Pengumuman keberangkatan sudah terdengar," ucap Yesra dari sebrang yang menyadarkan lamunan istrinya. Panggilan mereka pun berakhir. 

Setelah panggilan diakhiri, Regita menghampiri kedua buah hatinya dan menyampaikan kabar bahagia bahwa papanya akan segera pulang. Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba. Papanya akan kembali ke tanah air. Hildan langsung bersorak gembira, dan seperti biasa bayi cantik itu hanya tertidur lelap, tetapi kali ini birai wajahnya menampilkan seulam senyuman. 

Matahari semakin meninggi tepat diatas kepala, hari semakin siang. Seperti biasa Hildan tengah berada di ruang keluarga, duduk manis di depan televisi tengah menyaksikan animasi kesayangannya. Sedangkan Regita berjalan kesana-kemari dengan membopong bayi cantik yang sejak dua puluh menit yang lalu rewel. Tangisan Nadhira membuncah semakin membuat ibu dua anak itu kebingungan untuk menenangkannya. 

Ya Allah, ini jika ada Mas Yesra akan lebih mudah. Batinnya.

 Memang benar seandainya ada suaminya saat ini itu akan lebih memudahkan Regita menenangkan Nadhira. Karena seperti biasanya apabila bayi kecil itu rewel, maka ia akan kembali tenang apabila sudah ada di dekapan papanyaโ€“ Yesra. 


"Breaking News, Berita Sela. Mustika TV melaporkan kejadian mengenaskan. Kecelakaan pesawat Elang Airways jatuh sehingga menewaskan sejauh ini 150 orangโ€“"

Regita yang tengah menenangkan buah hatinya mengalihkan atensinya pada berita sela.  

Deg. 

Sesuatu seperti menghantam dadanya. Mata nya membesar dan berkaca, siap meluncurkan buliran air mata. 

"YA ALLAH.โ€ Regita menjerit histeris tak percaya. 

โ€œPesawat yang terbang dari Amsterdam dan akan mendarat di Indonesia jatuh akibat kesalahan pilot yang masih dalam pengaruh alkohol saat mengemudi,โ€ lanjut Reporter masih melaporkan kejadian. 

โ€œMAS YESRAAA,โ€ teriaknya lagi. Ia langsung merosot ke bawah, terduduk lemas. Firasat buruknya akhirnya menjadi nyata. Tangisan Regita pecah, bersahutan dengan tangisan Nadhira yang semakin mengencang.     

 

"Kenapa ma?" Tanya Hildan yang heran dengan reaksi mamanya yang dianggap berlebihan. Pasalnya setiap bocah laki-laki itu menonton animasi kesayangannya dan tiba-tiba ada berita sela, terlebih kecelakaan, mamanya tak pernah bereaksi histeris seperti ini. 

Hiks.

"PA-PA- PAPAMU HILDAN," ucap Regita masih berteriak histeris. Dadanya mulai terhimpit, ia merasa sesak. Buliran air mata bercucur deras. Bagai tersambar petir, Hildan sontak tercenung. Ia mencerna apa yang tengah terjadi. Tangis Regita semakin menjadi. Tangisnya menderu-deru dengan kencangnya lebih kencang mengalahi tangisan Nadhira. Para tetangga yang mendengar menghampiri rumah mereka. 

โ€œBu Regita, ya allah, ada Apa?โ€ tanya Bu Sriโ€”tetangga sebelah mereka dengan raut khawatir. 

Dada Regita semakin sesak, ia terhuyung lemas tak sadarkan diri. Para tetangga semakin panik dan menghampiri Regita yang pingsan. Bu Warniโ€”tetangga depan rumah langsung mengambil alih bayi mungil yang berada di gendongannya. โ€œSebenarnya ada apa toh ini, nak Hildan?โ€ tanya bu Warni.  

Mata Hildan berkaca. Televisi sudah kembali menampilkan animasi kesayangannya dengan nuansa ceria, tetapi tidak dengan hati Hildan. Dadanya turut sesak, kejadian tiba-tiba merenggut kebahagian yang ia miliki. โ€œT-t-tadi ada berita pesawat jatuh, papa sudah t-t-tidak ada,โ€ terangnya setegar mungkin. 

โ€œInnalilahi wa innalilahi rojiโ€™un.โ€


โ€ฆ

15 tahun kemudianโ€ฆ


"Tumbuh dengan baik, bersinar seperti bunga matahari. Kamu pasti bisa melalui semuanya."


"Huh!"


Nadhira terbangun dari alam mimpi. Ia menengok ke samping, melihat Regitaโ€“ mamanya yang ikut tergelak kaget saat putrinya yang kini sudah beranjak remaja tiba-tiba terbangun. "Kenapa sayang? Kamu mimpi buruk lagi?" tanyanya lembut. Ia membelai pundak Nadhira. Nadhira menggeleng, tiba-tiba ia menangis. Raut Regita menjadi panik.


 "Ada apa sayang? Cerita sama mama."


Masih sesenggukkan Nadhira menjawab, "Na-Na-Nadhira mimpi papa, ma. Nadhira pi-pi-pingin ketemu papa." 


Hati Regita mencelos mendengar pengakuan putrinya. Dalam hatinya ia merutuki kondisi ekonomi yang ia rasakan sekarang. Yesra dimakamkan di tempat asalnya, Manado. Waktu itu Nadhira hanya satu kali mengunjungi tempat peristirahatan terakhir mendiang ayahnya. Semenjak itu sampai detik ini Regita dan kedua buah hatinya belum pernah kesana, karena biaya ongkos Malang ke Manado tidaklah sedikit. 


Hiks. Hiks.


"N-nadhira pingin ma hidup ditemani sosok ayah. Nadhira capek tiap hari selalu jadi bahan ledekan temen-temenโ€“ hiks, hanya karena Nadhira gak punya ayah.Walau niatnya bercanda, hiksโ€“ tapi tetap aja nyakitin."


Hati Regita semakin tertusuk. Ia pun mendekap erat putrinya. Beberapa bulan kemudian Regita memutuskan untuk menikah lagi. Harapannya ialah agar Nadhira bahagia mempunyai sosok ayah yang menemani pertumbuhannya. Tetapi itu hanyalah sekadar harapan. Sampai di hari itu. 

Nadhira menambahkan pupuk kompos pada tumbuhan bunga mataharinya yang ia tanam di taman. Ia tersenyum. "Pa, sekarang Nadhira baik-baik saja. Nadhira nanti akan mengikuti audisi menyanyi pa, doakan lancar ya."


Ia mengambil guci yang berisi air dan menyirami bunga mataharinya. "Pa Nadhira sekarang punya papa baru. Tapi Nadhira takut, doakan semua baik-baik saja ya."


Ia tersenyum getir. Dan pergi masuk ke dalam rumah untuk mengambil tas gitarnya. Tas gitar sudah terselampir rapi di bahunya, ia pun berpamitan pada Hardiโ€“ papa barunya. 


"Gak boleh! Buat apa ikutan audisi begituan, ga jelas." 


Hardi menepis kasar tangan Nadhira yang hendak menciumnya. 

"Saya punya hak atas hal itu. Jadi jangan halangi saya!" balas Nadhira. Sorot matanya tajam menatap lawan bicaranya. Kali ini ia benar-benar muak dengan perangai Hardi yang seolah-olah menjadi penguasa semuanya. 


"KAMU INI!" ucapnya dengan suara lantang. Kali ini emosi Hardi ikut tersulut. Ia berdiri. 


"Enggak ada sopan-sopannya sama orangtua. Saya ini bapak kamu!" katanya tegas. 


"Sampai kapanpun anda bukan ayah saya, pak Harโ€“"


Plak. Tamparan keras melayang mulus di pipi Nadhira. Darah segar mengalir di sudut bibirnya. 


"Anak gak tahu diri. Ikut saya!" 


Hardi menarik paksa Nadhira dan membawanya menuju ke gudang belakang rumah. Nadhira meronta-meronta. Dia ingin melepas tarikan itu, tetapi cengkraman Hardi kuat sekali. "Lepaskan saya Pak Hardi! Tolong," pintanya setengah berteriak di akhir kata untuk meminta pertolongan. 


Jarak antara gudang dengan ruang keluarga, tempat mereka beradu mulut jauh sekali. Nadhira menahan sakitnya cengkraman Hardi hingga tenaganya sudah lemas sekali rasanya. Bibirnya kelu. Tak tahu siapa yang akan menolongnya? Ibunyaโ€“ Regita dan kakaknyaโ€“ Hildan sedang tidak ada di rumah. Para tetangga pun tidak ada yang mendengar teriakan Nadhira memohon pertolongan.


Pintu gudang sudah terlihat di depan mata. Pintu yang tidak terkunci itu dibuka seketika oleh Hardi saat mereka tiba disana. Ia mendorong Nadhira sampai tersungkur. Hardi mengikat tangan Nadhira dengan tali putih yang cukup kuat. Nadhira masih berontak dengan sisa-sisa tenaganya. "Lepasin saya, brengsek!" 


Plester hitam ia tempelkan ke bibir Nadhira agar mengatup. Gadis itu pun terbungkam tak mampu mengeluarkan sepatah kata-kata. Hardi terbahak. "Menyingkirlah kamu yang hendak menghalangi langkah saya!" 


Nadhira masih berontak dengan suara yang tidak jelas karena terbekap oleh plester hitam yang menghalangi. Tapi apa daya usahanya telah sia-sia. Pintu gudang kembali tertutup. Dan kali ini Hardi menguncinya dari luar. Dan berakhirlah kehidupan indah yang diimpikan Nadhira. Langkahnya di audisi tinggal satu babak lagi. Tetapi Hardi yang berlagak seperti pemegang penuh kuasa membuat gadis itu lagi-lagi mengubur mimpinya. 


Dada Nadhira sesak. Benih crystal meluncur dengan derasnya. Ia menangis di tengah keheningan. Nadhira merindukan papanya, Yesra. Baginya cinta yang Yesra berikan tak bisa menandingi siapapun. 

โ€œMaaf pa. Nadhira gagal lagi โ€˜tuk bersinar.โ€ 


Bionarasi:

Penulis Icha Rahmawati mempunyai nama pena Icha Arunika. Ia lahir tepatnya di kota Pahlawan, Indonesia. Sedari ia duduk di bangku SMK ia tertarik menekuni bidang kepenulisan. Salah satu motto hidupnya ialah, โ€œTekad yang kuat akan membawa pada keberhasilan.โ€ Jejaknya bisa ditelusuri di akun Instagram pribadinya: @channikaaxie dan @dailyc.arunika yang merupakan akun khusus kepenulisan. 

  











2024/09/28

I just wanna be Happier - icha arunika

 

I just wanna be Happier

(Icha Arunika)



Cr Pics: from pinterest

"Lo nanti lewat sana. Biar gue nanti yang urus ibu itu," terang Kemal. Pria itu menunjuk arah yang ia maksud. Sheila yang notabe-nya adalah 'Pacar' dari laki-laki itu, mengangguk mengerti. Pasar Minggu di pagi ini begitu ramai. Namun, tak masalah bagi mereka 'tuk tetap meneruskan aksi bejatnya. Walau masih duduk di bangku SMA, jangan ragukan lagi kepintaran Kemal. Ia cukup cerdas! "Oke, go!"

Dua sejoli itu berpencar arah, menuju pada target mereka masing-masing. Sheila merenggut tas merah milik ibu-ibu yang tengah melakukan transaksi. Teriakan 'maling' terdengar nyaring ke seluruh penjuru. Gadis itu tak memedulikan, ia langsung melesat cepat meninggalkan tempat kejadian. Sejujurnya ia tak ingin melalukan aksi ini. Ia lakukan karna keadaan.

Waktu kian berjalan, kasih sayang dari orangtua lambat laun memudar. Tahun lalu Ibu Sheila terkonfirmasi mengidap penyakit kejiwaan, sedang ayahnya pergi 'tuk selamanya bersama kekasih barunya.

Pertengkaran dalam rumah kerap kali terjadi. Dimana sang Mama dalam kondisi jauh dari kata sadar, melukai mental dan fisik gadis itu. Akibat ulah Dira sebagai kakak perempuan selalu berlagak layaknya 'Ratu kebenaran', yang selalu berbicara memberi tuduhan tak benar mengenai Sheila pada Mamanya. Ayolah, gadis itu muak dengan semuanya!

"Apa kabar La?", tanya Ian yang merupakan sahabat baik Sheila.

"Gue baik Yan."

"Nyokap lo? Apa lebih membaik keadaan nya setelah terapi?"

Gadis itu tersenyum kecut. Sheila mengediikan bahunya, "Ya begitulah."

"Haii Broo..., Selamat pagii!"

Tiga orang yang duduk nyaman di teras rumah Ian, atensi nya langsung tertuju pada sumber suara. Rupanya Kemal dengan keringat yang bercucur deras melewati pelipisnya, datang. Pemuda itu mendaratkan bobot tubuhnya.

"Gimana, dapat pesangon banyak broo?" tanya Ian.

Kemal mengeluarkan dompet hasil curian nya tadi, menghitung satu persatu lembaran uang merah yang terdapat dalam isi dompetnya. Pria itu tersenyum puas.

"Lumayan Yan! Bisa buat gue beli minuman anggur harem, hahaha...." terang nya dengan dipungkasi tawa.

Aini yang hendak menimpali ucapan Kemal, mengatup rapat kembali bibirnya, kala mendengar sang kakak menyela.

"Haha lo bisa aja! Kalo lo, La?"

"Hhh... alhamdulillah lumayan Yan," ungkap Sheila.

"Ih kalian kok mencuri sih, mencuri kan dilarang oleh agama!" cetus Aini pada akhirnya.

Gadis berkerudung yang masih baru menginjak usia dua belas tahun itu, menatap sinis kearah mereka berdua. "Diem lo anak kecil! gatau apa-apa aja berlagak kaya master dunia," sindir Kemal.

"Mencuri itu perihal dosa kak. Udah gitu kakak mau mengkonsumsi Wine yang mengandung alkohol. Siksa Kubur dan Neraka itu nyata ada nya kak, emangnya kakak tidak takut?!"

"Urusan gue, jangan ikut campur!"

"Tapi kan kakโ€”"

Gadis itu hendak melanjutkan perdebatan nya dengan Kemal, namun Ian sebagai sang kakak melerai keduanya.

โˆ†โˆ†โˆ†

Jarum jam tangan milik Sheila kini menunjukkan pukul 20.30 WIB. Kini gadis itu ditemani dengan Kemal tengah melakukan kencan malam minggu, di sebuah Pasar Sore yang ada di kota mereka. Pemuda itu nampak memanjakan Sheila. Mengajak nya menaiki wahana komedi putar, memainkan sebuah permainan yang dihadiahi oleh boneka kuda poni yang ia hadiahkan untuk Sheila, membelikan es krim Vanilla favorit kekasihnya.

Benar-benar malam minggu yang istimewa bagi Sheila!

"Gue pamit ke toilet dulu, kamu tunggu disini," ucap Kemal.

Gadis yang tengah menikmati es krim Vanilla itu mengangguk, "Ya jangan lama-lama."

Sepuluh menit menunggu, siluet pemuda berkemeja merah itu kembali.

Setelah membuka obrolan kecil, pemuda itu bertekuk lutut mengeluarkan cincin emas permata. Lalu ia kaitkan pada jari manis kekasihnya.

"To my queen, in this beautiful night."

Deg.

Sheila tersenyum manis.

"Thankyโ€”", gadis itu menarik kembali ucapannya saat sorak suara ramai terdengar, menuju pada arah mereka.

"WOII DISINI LO!" tunjuk salah satu pengunjung disana.

"Kemana dia?" tanya salah salah satu bapak pada seorang wanita paruh baya yang berada dalam gerombolan massa itu.

"Itu pak yang memakai kemeja merah!"

Salah seorang Bapak yang berpostur tinggi mulai berlari menuju kearah dua sejoli itu. Kemal panik bukan main, ia langsung menarik tangan Sheila, pergi meninggalkan tempat.

"WOII MALING!!"

Kemal membawa kekasihnya ke tempat parkir. Pelipis Sheila mengeluarkan keringat, nafasnya terengah. "Kita mau kemana Mal?!"

Kemal tak menggubris, ia memakai helm-nya, lalu mencoba menyalakan mesin motornya. Segerombolan massa itu semakin mendekat kearah mereka.

"Gue pamit, kamu urus dirimu sendiri!" Setelah mengatakan itu, Kemal melesat cepat meninggalkan kekasihnya.

"MAL, LO MAU KEMANA?!"

Jarak warga dengan Sheila kini sudah dekat. Mereka mengepung dan menghajar habis-habis an gadis itu. Cincin permata yang bertengger di jari manisnya, dicabut paksa oleh salah satu diantara mereka. Gadis itu tertunduk lemas tak berdaya. Luka membiru menghiasi kulit sawo matangnya. Butiran air melintasi pipi gadis itu.

Brengsek lu mall!

โˆ†โˆ†โˆ†

"Saudari Sheila Putri, ada yang berkunjung. Mari saya hantarkan," ujar ibu polisi yang bertugas menjaga disana, lembut.

Dengan posisi tangan diborgol, Sheila mengikuti langkah ibu itu.

Terlihat Kemal dengan wajah berseri berdiri dengan tegap, dibersamai oleh wanita cantik bertubuh elok disampingnya. Menggandeng erat lengan Kemal.

Hal itu membuat dahi Sheila mengernyit. Who is she?

Sheila berdiri dihadapan Kemal, sedang ibu penjaga tadi memutuskan menjaga dari belakang, membiarkan mereka berdua menjalin komunikasi sembari memantau dari jauh.

"Kita putus." terang Kemal, santai.

Deg.

Sheila mendelik, tak percaya. Bukan tanya kabar atau salam sapaan hangat, hal yang dikatakan Kemal benar-benar diluar dugaan. Apa maksud dari perkataan itu?

"Putus? Kamu sadar mall?! Apa ini bahasa cinta mu? kamu bilang you very love me, and noโ€”"

Kalimat Sheila disela oleh gadis berpakaian mini yang berdiri disebelah Kemal.

"Lo tidak pernah dicintai oleh Kemal. Jadi berhenti berimajinasi tinggi deh, karna mulai saat ini I'm. the queen. of this man. Bukankah begitu, sayang?" ujarnya penuh penekanan.

Gadis itu melirik Kemal sekilas. Pemuda itu membelai lembut dagu gadis yang baru saja bicara itu, "Of course darling."

Mata Sheila memerah, tak percaya. Ia menelan salivanya.

"Mall kamu pasti bercanda, 'kan? Ga-ga, ga mungkin kamu hianatin aku. This is not your game right?!"

Kemal memberi kode melalui lirikan retina nya pada kekasih barunya. Wanita itu menyeringai, lalu membelai halus pipi Sheila yang terdapat banyak lebam disana. Ia memasang wajah sok kasihan yang ditujukan pada Sheila. "Cup-cup-cup, gadis malang. Kamu itu cuma boneka, bukan manusia yang Kemal cintai. Kamu sih, bodoh! jadi suka 'kan Kemal."

Sheila berusaha menghindar wanita dihadapan nya itu. Benih crystal siap untuk jatuh, namun sebisa mungkin ia tahan. Kemal maju selangkah lebih dekat dengab Sheila.  Pemuda itu mencengkram kasar dagu milik mantan kekasihnya itu.

"Camkan ini, boneka. Gue, ga pernah sayang sama lo! Lo, bodoh. Dan gue suka dengan permainan ini. Haha..., Sekarang gue dah ga butuh sama lo, harta kekayaan papi sekarang udah jatuh ditangan gue. Tanpa mencuri pun, gue dah bisa memenuhi kebutuhan gue."

Dengan nada rendah, Kemal melanjutkan pembicaraannya.

"Gimana salam perpisahan gue, indah banget 'kan? So selamat menikmati masa hukuman nya mantan, Haha...."


Pemuda itu melepas cengkraman nya. Raut muka Sheila menahan amarah.

"Ayo kita bermain-main sayang," ajak Kemal sembari merangkul mesra bahu kekasih barunya. Wanita itu melambaikan tangan-nya didepan Sheila. "Bye-bye mantan, haha...."

Sheila berontak. Ia berusaha melepas rantai yang mengikat tangan nya.

"SETAN LO, KEMAL!!"

โˆ†โˆ†โˆ†

Rona abu-abu menyelimuti langit. Gadis berambut panjang itu berdiri di jembatan tua tanpa dinding pembatas yang berdiri diatas hamparan sungai.  Masa hukuman nya di balik jeruji besi sudah habis. Kini ia dibebaskan.

"Gue sama Mama ga sudi tinggal bareng pencuri, kayak Lo!"

Bayangan kejadian menusuk dada tadi berlalu-lalang pada benaknya. Gadis itu tak mempunyai siapa-siapa 'tuk berpulang. Mama dan Kak Dira mengusirnya , Kemal sang kekasih hatinya, mengkhianti. Lantas Siapa yang dapat menjadi tumpuan hati, kala semesta tak lagi baik? Gadis itu hanya ingin menjadi lebih bahagia.

Ia menatap nanar air yang mengalir deras di bawahnya.

"Jika mengakhiri hidup akan membawa ku pada kedamaian tanpa penderitaan, semesta izinkan aku. Aku hanya ingin bahagia," monolog Sheila.

Gadis itu merentangkan kedua tangan, melangkah siap 'tuk terjun ke arah sungai deras. Selangkah lagi Sheila maju, tubuh gadis itu sudah setengah terhuyung menuju kearah sungai. Tangan kanan yang melayang, seperti terasa ada yang menautkan nya.

Deg.

Seseorang menggagalkan aksi Sheila. Ditariknya tubuh bongsor gadis itu pada pelukannya.

"Lo gilaaa!?" ujar laki-laki itu.

Sheila tak kuasa menahan deritanya, ia menangis mencurahkan segala rasa yang mengiris jiwa nya.

"Kak Sheila baik-baik saja?" tanya gadis berkerudung coklat itu, mendekati keduanya.

Sheila menggeleng kecil dibalik dekapan Ian, sahabatnya. Mengisyaratkan bahwa ia jauh dari kata baik-baik saja.

"Gue capek, Yan! setidaknya hiks izinkan gue menghentikan alunan nafas ini, ga ada yang hiks harepin gue ada disini. Gue pengen bahagia-- gue pengen mati...."

Ian melepaskan pelukan nya lembut pada gadis itu. "Cara lo yang salah, La!"

Ia menuntun gadis itu 'tuk menepi. Membawanya duduk dibawah pohon rindang, berharap kondisi gadis itu jauh lebih tenang.

"Aini, menurut kamu apa definisi dari kebahagiaan? Kak Ila hanya ingin lebih bahagia," tanya Sheila setelah menenggak setengah botol air yang Aini sodorkan barusan. Ia tersenyum.

Aini membalas senyum manis Sheila.

"Wajahmu selalu berseri setiap harinya. Seperti tiada beban," lanjut Sheila.

โˆ†โˆ†โˆ†

"Shadaqallahul Adzim...."

Gadis yang tengah memakai mukenah berwarna merah muda itu, menutup Al-qur'an nya. Kemudian memeluk hangat Kitab suci itu. Ia membatin,

Ya Allah, terimakasih banyak sudah menunjukan Sheila jalan petunjuk-Mu. Disaat hamba benar-benar kehilangan segala hal dalam hidup hamba, bahkan Mama seperti tak lagi menginginkan Sheila, namun kehadiran-Mu membuat jiwa hamba tentram Ya Allah, Sheila merasa tak sendirian lagi. Kemal yang engkau jauhkan dari hamba, ternyata sejatinya juga memang tak baik.

Gadis itu tersenyum. Buliran air luruh dari retinanya. Ia teringat penjelasan dari gadis mungil berkerudung, satu tahun yang lalu.

"Kebahagiaan yang sejati itu ada disini kakโ€”" Tangan gadis itu menunjuk pada letak dadanya.

"Dari hati kita, yang dipenuhi oleh nama-nama Allah SWT. Bahagia adalah ketika kita bisa menjalankan visi dan misi kehidupan yang sudah tuhan tentukan untuk kita, sebagai manusia yang bertuhan. Intinya nih Kak Ila kata Ustadzah nya Aini, 'kunci kebahagiaan' itu adalah ketika kita yakin dan percaya kepada Allah SWT," pungkas gadis berkerudung itu dengan senyuman.

Sheila Putri Dealova, baginya 'tuk menjadi lebih bahagia tak serumit itu. Dengan petunjuk dan hidayah yang Tuhan anugerahkan, gadis itu berhijrah dan mendapat banyak wujud kebaikan serta membawa nya pada kebahagiaan yang sesungguhnya.

"Happines is simple," monolog gadis itu sembari mengakhiri rutinarasnya membaca Al-qur'an.

The end.



Cinta Pertama Nadhira

Hari itu langit dipenuhi oleh rona kegelapan. Pertanda malam datang. Jam dinding menunjukkan pukul 20.00 WIB. Sepasang suami-istri tengah be...